Fenomena migrasi tenaga kerja berkualitas dari Indonesia ke luar negeri semakin menjadi sorotan. Bukan hanya tenaga kerja, minggu ini, di platform X trending hashtag Kabur Aja Dulu mencerminkan tingginya minat generasi muda untuk meninggalkan tanah air demi mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Dari sini, muncullah pendapat bahwa Indonesia tengah dilanda krisis brain drain. Apa sebenarnya brain drain dan apa yang menyebabkan gelombang besar kepergian generasi produktif Indonesia? Simak ulasannya di bawah ini.
Apa Itu Brain Drain dan Mengapa Ini Terjadi di Indonesia?
Brain drain adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan migrasi tenaga kerja terdidik dan berkualitas tinggi dari satu negara ke negara lain. Fenomena ini sering terjadi di negara berkembang, di mana individu dengan keterampilan tinggi merasa lebih dihargai dan mendapatkan peluang lebih baik di luar negeri.
Menurut sebuah studi dari World Bank, brain drain dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi negara asal karena hilangnya sumber daya manusia berkualitas. Bahkan, penelitian dalam bidang psikologi menunjukkan bahwa migrasi ini sering dipicu oleh ketidakpuasan individu terhadap kondisi politik, ekonomi, atau sosial di negara asal mereka.
Fenomena ini semakin gamblang terlihat ketika media Kompas menemukan fakta, sejak tahun 2023 banyak Warga Negara Indonesia (WNI) dengan usia produktif memilih pindah ke Singapura. Bukan hanya dari kalangan pekerja, sebanyak 1.000 mahasiswa berusia 23 sampai 25 tahun per tahunnya kompak menjadi Warga Negara Singapura.
Setelah diusut, alasan utama kepindahan status warga negara mereka meliputi kesempatan bekerja, infrastruktur, dan menginginkan pendidikan yang lebih baik. Namun, terdapat penyebab lainnya yang menjadi alasan kuat meningkatnya fenomena brain drain yang akan dijelaskan di bawah.
Penyebab Brain Drain: Mengapa Banyak WNI Pergi ke Luar Negeri?
Usut punya usut, ketiga alasan sebelumnya bukanlah yang utama. Berikut adalah beberapa faktor utama yang menyebabkan generasi muda Indonesia lebih memilih untuk bekerja dan menetap di luar negeri.
1. Faktor Politik

Berkaca dengan kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini, tak sedikit masyarakat Indonesia termasuk anak muda kecewa dengan kondisi politik yang dianggap tidak stabil, korupsi yang merajalela, dan kurangnya transparansi dalam pemerintahan.
Kebijakan yang tidak mendukung inovasi dan pengembangan sumber daya manusia juga membuat mereka mencari tempat dengan sistem yang lebih baik. Dampak yang terlihat jelas Indonesia kehilangan banyak individu berbakat dari sektor manapaun yang sebenarnya bisa membantu membangun negeri, tetapi justru memilih memberikan kontribusi bagi negara lain.
2. Faktor Ekonomi

Sementara pemerintah sibuk mengembangkan negara, pahitnya gaji di Indonesia sering kali tidak sebanding dengan biaya hidup. Berbeda dengan luar negeri, mereka bisa mendapatkan kompensasi lebih tinggi dengan kesejahteraan yang lebih baik pula.
Tak jarang juga peluang karier yang lebih terbuka di negara maju, terutama dalam industri teknologi, kedokteran, dan sains. Dampak dari faktor ini adalah berkurangnya tenaga profesional di dalam negeri, sehingga memperlambat kemajuan sektor industri dan teknologi di dalam negeri.
Baca Juga: Trending Peringatan Darurat Indonesia Hitam di Medsos, Ada Apa?
3. Faktor Sosial

Generasi muda Indonesia melihat bagaimana kehidupan sosial di negara-negara maju lebih seimbang, dengan sistem kesehatan, pendidikan, dan keamanan yang lebih baik. Ditambah lagi generasi saat ini sadar akan work life balance membuat mereka semakin tertarik untuk tinggal di luar negeri. Dampaknya semakin banyak individu potensial meninggalkan tanah air dan menciptakan kekosongan tenaga kerja berkualitas.
Apa Saja Dampak dari Fenomena Brain Drain?
Fenomena brain drain memberikan dampak luas yang dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan suatu negara. Berikut adalah beberapa konsekuensi utama dari brain drain:
1. Kekurangan Tenaga Ahli dan Stagnasi Inovasi
Kepergian tenaga ahli di berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, teknologi, dan industri menyebabkan kelangkaan SDM berkualitas di negara asal. Akibatnya, inovasi dan perkembangan sektor-sektor strategis terhambat, sehingga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Negara yang tidak memiliki tenaga ahli yang cukup akan kesulitan bersaing dalam ekonomi global dan menghadapi tantangan dalam meningkatkan daya saing industri domestik.
2. Penurunan Pendapatan Pajak dan Kapasitas Fiskal Negara
Ketika para profesional dan tenaga kerja berpenghasilan tinggi meninggalkan negara asal, mereka juga membawa potensi kontribusi pajak yang besar. Hal ini berdampak langsung pada berkurangnya pendapatan negara, yang dapat menghambat pembangunan infrastruktur, layanan kesehatan, pendidikan, serta berbagai program kesejahteraan sosial yang bergantung pada pajak.
3. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi yang Semakin Melebar
Brain drain memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi antara negara berkembang dan negara maju. Negara maju yang menjadi tujuan imigrasi memperoleh manfaat dari masuknya tenaga kerja berkualitas, sementara negara asal justru kehilangan sumber daya manusia yang berharga. Hal ini menciptakan kesenjangan daya saing global serta memperburuk disparitas pembangunan antara negara yang mengalami brain drain dan negara penerima tenaga kerja tersebut.
4. Hilangnya Modal Manusia Terampil dan Kurangnya Regenerasi SDM
Hilangnya individu berbakat dari berbagai sektor membuat negara asal kehilangan potensi inovasi dan kepemimpinan dalam industri strategis. Proses regenerasi SDM juga terganggu, karena jumlah tenaga kerja terampil yang tersedia di dalam negeri semakin berkurang. Hal ini berisiko menciptakan kekosongan keterampilan yang sulit diisi, terutama dalam bidang teknologi, kedokteran, dan penelitian ilmiah.
5. Penurunan Moral dan Motivasi Tenaga Kerja yang Tersisa
Fenomena brain drain juga berdampak pada tenaga kerja yang masih bertahan di dalam negeri. Mereka bisa merasa kurang dihargai, kurang memiliki peluang berkembang, dan tidak mendapatkan insentif yang layak, sehingga menurunkan motivasi dan produktivitas kerja. Selain itu, mereka mungkin juga mempertimbangkan untuk ikut bermigrasi demi peluang yang lebih baik, yang semakin memperparah brain drain.
6. Penurunan Aktivitas Ekonomi dan Daya Beli Masyarakat
Profesional yang bermigrasi ke luar negeri umumnya memiliki daya beli tinggi, yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara asal. Jika terlalu banyak individu produktif meninggalkan tanah air, maka terjadi penurunan pengeluaran konsumen di dalam negeri, yang dapat berdampak pada sektor bisnis, investasi, serta pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
7. Meningkatnya Ketergantungan pada Tenaga Kerja Asing
Akibat brain drain, negara yang kehilangan tenaga ahli sering kali harus mengimpor tenaga kerja asing untuk mengisi kekosongan tersebut. Ini dapat menciptakan ketergantungan yang tinggi pada tenaga kerja luar, yang dalam jangka panjang berisiko membebani anggaran negara jika harus menawarkan gaji dan insentif lebih besar bagi tenaga kerja asing dibandingkan tenaga kerja lokal.
8. Potensi Menurunnya Kualitas Layanan Publik
Sektor publik seperti kesehatan, pendidikan, dan pemerintahan sangat bergantung pada tenaga kerja berkualitas. Jika banyak dokter, dosen, insinyur, dan profesional lainnya memilih bekerja di luar negeri, kualitas layanan publik di dalam negeri bisa menurun. Kekurangan tenaga medis misalnya, dapat menyebabkan pelayanan kesehatan yang kurang optimal, sementara kekurangan tenaga pengajar dapat berdampak pada menurunnya kualitas pendidikan.
10 Negara Tujuan Favorit “Kabur Aja Dulu” Warga Indonesia
Daftar ini berdasarkan data dari Vision of Humanity, berikut adalah negara-negara yang paling damai dan menjadi favorit bagi mereka yang memilih meninggalkan Indonesia.
1. Islandia
Sejak Indeks Perdamaian Global dimulai tahun 2008, Islandia menjadi negara paling damai selama 17 tahun berturut-turut. Meski sempat terjadi lonjakan kasus kericuhan dan demonstrasi, tak menurunkan peringkat Islandia sebagai negara terdamai. Angka kasus kejahatan di Islandia juga terbilang rendah meski tanpa adanya Angkatan Darat, Laut, dan Udara.
2. Irlandia
Satu Eropa tahu, Irlandia menjadi negara terkaya, paling maju, dan paling bahagia di dunia (setidaknya peringkat kedua). Negara ini cukup damai meski sempat terjadi kisruh anti-lockdown semasa Covid-19 berlangsung. Irlandia termasuk salah satu negara paling aman dalam hal dampak ekonomi akibat kekerasan, karena memiliki pengeluaran yang relatif kecil terkait dengan konflik, kriminalitas, atau faktor lain yang dapat merugikan ekonomi negara.
3. Austria
Negara kecil di Eropa Barat ini berhasil menduduki peringkat ketiga sebagai negara yang menawarkan kedamaian. Bukan hanya damai, Austria berkinerja baik dalam ‘memanjakan’ masyarakatnya sepeti kesejahteraan pendapatan, pekerjaan, dan perumahan.
4. Selandia Baru
Dengan nilai yang hampir sempurna dalam bidang keamanan masyarakat dan konflik domestik serta internasional, Selandia Baru dianggap sebagai tempat yang indah untuk ditinggali. Dengan luas negara yang hampir sama dengan Inggris Raya, populasinya hingga pertengahan tahun lalu tak sampai 10 juta jiwa (hanya sekitar 5.2 juta). Selandia Baru berada di atas rata-rata negara anggota OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) lainnya dalam hal pendidikan, perawatan kesehatan, pekerjaan, dan pendapatan.
5. Singapura
Dari semua negara tetangga, Singapura berhasil loncat ranking negara terdamai paling jauh dari posisi 22 di tahun 2008 menjadi posisi ke-5 per tahun 2024, wow! Hal ini menjadikan Singapura sebagai negara di wilayah Asia sekaligus negara ASEAN pertama yang paling damai. Singapura mendapatkan skor tinggi dalam hal keselamatan dan keamanan masyarakat serta rendahnya tingkat konflik domestik dan internasional.
6. Swiss
Swiss dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi, stabilitas politik yang kuat, dan hampir tidak ada konflik internasional. Negara ini juga terkenal dengan kesejahteraan ekonominya, sistem pendidikan berkualitas, serta fasilitas kesehatan terbaik di dunia. Tak heran jika banyak profesional dari berbagai negara memilih Swiss sebagai tempat tinggal dan bekerja.
7. Portugal
Portugal yang sebelumnya berada di peringkat 20 besar, kini berhasil naik ke posisi ke-7 sebagai salah satu negara terdamai di dunia. Salah satu faktor yang berkontribusi adalah stabilitas politik, sistem keamanan yang ketat, dan masyarakat yang toleran. Selain itu, Portugal memiliki biaya hidup yang relatif terjangkau dibanding negara Eropa Barat lainnya, menjadikannya tujuan menarik bagi ekspatriat dan tenaga kerja asing.
8. Denmark
Denmark berada di posisi kedelapan berkat stabilitas politik, kebebasan pers, serta penghormatan tinggi terhadap hak asasi manusia. Negara ini juga sangat menonjol dalam hal work-life balance, di mana masyarakatnya memiliki jam kerja yang lebih fleksibel, sistem cuti yang baik, dan dukungan terhadap kesejahteraan keluarga. Tidak hanya itu, Denmark juga dikenal sebagai salah satu negara dengan kebijakan ramah lingkungan terbaik di dunia.
9. Slovenia
Slovenia, yang terletak di Eropa Tengah, menjadi negara terdamai ke-9 di dunia dan ke-7 di Eropa. Selain terkenal dengan pemandangan alam yang indah, negara ini juga memiliki tingkat kejahatan yang rendah, stabilitas politik yang baik, serta sistem pendidikan dan kesehatan yang berkualitas. Dengan kombinasi faktor tersebut, Slovenia menjadi tujuan menarik bagi mereka yang mencari ketenangan dan kualitas hidup tinggi.
10. Malaysia
Pendatang baru dalam indeks sekaligus yang terakhir adalah Malaysia. Negara tetangga Indonesia ini juga menjadi negara paling damai ke-3 di Asia Pasifik setelah Selandia Baru dan Singapura. Malaysia layak menempati posisi kesepuluh berkat toleransi antar kultur yang kuat, angka kejahatan rendah, dan ekonomi yang makmur sehingga dapat membantu mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.
Melihat fenomena brain drain di Indonesia yang menjadi semakin nyata, sudah seharusnya pemerintah serius menangani hal ini. Pembenahan perlu dilakukan sebab faktor politik, ekonomi, dan sosial menjadi pemicu utama mereka mencari kehidupan yang lebih layak di luar negeri.
Namun, meski kesejahteraan di luar negeri tampak menggiurkan, warga Indonesia ada baiknya tetap mempertimbangkan kontribusi mereka bagi tanah air. Bagaimanapun, negeri ini masih membutuhkan generasi muda untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Kalo menurut kalian, gimana dengan fenomena brain drain dan tren Kabur Aja Dulu?Tertarik membaca isu Sosial dan Politik lainnya? Yuk, kepoin selengkapnya di sini.