Friday, May 2, 2025
No menu items!
HomeSosial & PolitikApa Itu Cancel Culture? Kenali Dampak dan Solusi untuk Menghadapinya

Apa Itu Cancel Culture? Kenali Dampak dan Solusi untuk Menghadapinya

Sebagian dari kita pasti sudah tak asing lagi dengan arti cancel culture bukan? Istilah ini memang baru marak di Indonesia setelah beberapa selebritas tanah air terkena “cancel” atau penolakan di beberapa chanel TV atau media ternama. Namun sebenarnya, istilah ini sudah sejak lama ada di Tanah Air, lo!

Tak hanya di Indonesia saja, sebenarnya cancel culture lebih terkenal di Korea Selatan. Praktik memboikot sering dilakukan oleh penggemar atau masyarakat terhadap suatu brand atau seseorang selebritas terkenal yang terkena skandal. Hukuman cancel ini bukan main-main, seseorang benar-benar seperti dikucilkan.  

Nah, pada artikel ini Rakki.id akan membahas arti cancel culture, contoh, hingga solusinya. Simak selengkapnya di artikel ini, yuk!

Apa yang Dimaksud dengan Cancel Culture?

Bagi kamu yang belum tahu arti cancel culture, tak perlu khawatir. Menurut The New York Post, arti cancel culture adalah penolakan terhadap individu, merek, acara, atau film. Fenomena ini muncul karena kecenderungan masyarakat untuk menghukum individu yang bertindak di luar norma sosial yang berlaku.

Sejarah cancel culture tidak muncul begitu saja. Dilansir dari laman CNN, fenomena penolakan ini sebenarnya mulai muncul pada tahun 2017 setelah terungkapnya skandal pelecehan seksual yang melibatkan Harvey Weinstein. Sejak saat itu, banyak tokoh publik tersandung kasus serupa dan menghadapi boikot besar-besaran dari masyarakat.

Fenomena cancel culture sendiri dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti keterlibatan dalam skandal, pernyataan yang memicu kontroversi, karya yang dianggap tidak selaras dengan budaya, hingga tindakan yang berpotensi merugikan negara atau komunitas tertentu.

Contoh Cancel Culture di Indonesia

Fenomena cancel culture di Indonesia sebenarnya sudah pernah terjadi sejak tahun 2021 di industri hiburan. Salah satu contohnya adalah kasus Saipul Jamil, penyanyi dangdut yang mendapat penolakan publik setelah bebas dari penjara akibat kasus pelecehan seksual. Kemunculannya di televisi memicu protes keras, dengan banyak pihak yang menilai kehadirannya tidak pantas dan bisa menyakiti perasaan korban. 

Tidak hanya itu saja, pada tahun 2021 banyak boikot bermunculan di media sosial, bahkan ada petisi yang menuntut agar stasiun televisi tidak lagi menampilkannya. Kasus ini mencerminkan bagaimana masyarakat dapat bersuara dan menuntut akuntabilitas terhadap pelanggaran norma sosial.

Kasus cancel culture juga menimpa Gofar Hilman, seorang penyiar radio dan influencer, yang diduga melakukan pelecehan seksual oleh seorang wanita di media sosial. Tuduhan tersebut langsung viral, memicu kecaman luas, dan berujung pada seruan boikot terhadap dirinya. Akibatnya, Gofar kehilangan sejumlah pekerjaan dan kontrak kerja sama. 

Dari kasus penolakan tersebut menunjukkan bagaimana media sosial dapat menjadi alat bagi publik untuk menyuarakan ketidakadilan serta menuntut pertanggungjawaban atas tindakan yang dianggap melanggar hukum. Cancel culture di Indonesia pun bisa berdampak besar, baik pada individu yang terkena boikot maupun masyarakat secara luas. 

Dampak Cancel Culture dilihat dari Berbagai Aspek

Arti cancel culture bukan hanya penolakan biasa dari masyarakat. Fenomena ini memiliki dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan, baik dari sisi kesehatan mental, sosial, hingga pekerjaan. Simak dampak selengkapnya di artikel ini, yuk!

Dampak Cancel Culture untuk Kesehatan Mental

Salah satu dampak cancel culture adalah mengganggu kesehatan mental target. Ketika semua orang mengucilkan target, hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan hingga kecemasan tersendiri. Simak dampak selengkapnya di bawah ini. 

1. Stres dan Kecemasan Berlebihan

Salah satu dampak cancel culture adalah menimbulkan stres dan kecemasan berlebih. Seseorang yang menjadi sasaran cancel culture akan menghadapi berbagai tantangan, seperti serangan verbal, hinaan, serta ancaman yang disebarkan melalui media sosial. Hal tersebut dapat menimbulkan tekanan psikologis si korban. 

Parahnya lagi, korban mungkin merasa terus diawasi, dihakimi, dan diserang, yang pada akhirnya memicu tingkat stres dan kecemasan yang tinggi. Dampak ini bisa mengganggu kehidupan sehari-hari, menyebabkan gangguan tidur, hilangnya nafsu makan, hingga serangan panik.

2. Rasa Malu dan Kehilangan Harga Diri

Dampak cancel culture berikutnya adalah menimbulkan rasa malu dan kehilangan diri sendiri. Hal tersebut terjadi karena fenomena ini sering menyerang dan menyerang karakter individu. Akibatnya, korban tidak mengenal dirinya sendiri,  merasa terisolasi, dan kehilangan nilai diri. Percaya atau tidak, sikap seperti ini membuat seseorang kehilangan harga diri.

3. Dapat Menimbulkan Gangguan Depresi

Cancel culture juga dapat memperburuk kondisi psikologis seseorang, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat gangguan mental. Contohnya seperti cyberbullying yang dapat memperparah gejala depresi.  Cyberbullying biasanya menyebabkan perasaan sedih, hilangnya minat untuk melakukan hobi, hingga munculnya pikiran untuk mengakhiri hidup. Tak jarang seseorang nekat untuk melakukan bunuh diri karena merasa dbuang. 

4. Trauma Jangka Panjang

Dampak cancel culture berikutnya adalah menimbulkan trauma yang cukup panjang. Banyak individu mengalami trauma setelah menjadi sasaran cancel culture. Mereka merasa cemas untuk kembali ke kehidupan publik dan berinteraksi dengan orang lain. Trauma ini dapat berkembang menjadi gangguan stres pascatrauma (PTSD) hingga jangka panjang. 

5. Isolasi Sosial

Tak kalah penting, korban cancel culture kerap mengalami perasaan dikucilkan dari lingkungan mereka. Teman, keluarga, dan rekan kerja mungkin menjaga jarak karena khawatir terlibat dalam kontroversi. Akibatnya, korban dapat mengalami isolasi sosial yang mendalam, merasa sendirian tanpa dukungan. Kondisi ini dapat memperburuk kesehatan mental dan menghambat proses pemulihan.

Dampak Cancel Culture untuk Karir

Selain berdampak untuk psikologi seseorang, cancel culture juga mempengaruhi karir seseorang. Banyaknya penolakan dari masyarakat, membuat korban merasa tidak dibutuhkan dan kurang kepercayaan diri. Berikut adalah dampak budaya “cance” selengkapnya. 

1. Kehilangan Pekerjaan atau Peluang Karir

Salah satu dampak budaya pembatalan cancel mengakibatkan seseorang kehilangan pekerjaan. Khususnya bagi tokoh publik, profesional, atau pegawai perusahaan yang terlibat dalam kontroversi. Banyak perusahaan menghindari keterikatan dengan korban yang dinilai negatif oleh masyarakat, sehingga brand atau perusahaan memilih mengakhiri kontrak kerja atau hubungan profesional.

2. Kesulitan Mendapatkan Kepercayaan Kembali dari Publik atau Perusahaan

Dampak budaya penolakan di dunia kerja berikutnya adalah sulitnya memulihkan kepercayaan publik atau perusahaan. Reputasi yang rusak membuat banyak pihak ragu untuk bekerja sama, baik dalam dunia kerja maupun industri kreatif. Perusahaan juga lebih berhati-hati dalam merekrut individu yang pernah mengalami budaya pembatalan karena khawatir akan dampaknya terhadap citra bisnis.

3. Gangguan Finansial Akibat Kehilangan Pekerjaan

Kehilangan pekerjaan juga merupakan dampak dari cancel culture. Kehilangan sumber pendapatan utama dapat menyebabkan kesulitan ekonomi, terutama jika pekerjaan tersebut merupakan satu-satunya sumber penghasilan. Hal ini lebih dirasakan oleh pekerja lepas, pembuat konten, atau influencer yang bergantung pada sponsor dan brand.

 4. Kesulitan Membangun Kembali Citra Diri

Tak kalah penting, dampak penolakan di masa mendatang membuat koran sulit memulihkan citra diri. Setelah publik memiliki pandangan negatif, sulit untuk mengubah persepsi tersebut. Makanya, tak sedikit korban yang mengupayakan pemulihan citra dengan permintaan maaf, perubahan sikap, atau tindakan sosial untuk memperbaiki kesalahan.

5. Perubahan Strategi Branding dan Personal Rebranding

Banyak individu yang terkena penolakan harus mengubah strategi branding  mereka agar dapat diterima kembali oleh publik. Beberapa orang memilih untuk mengubah citra dengan menampilkan sisi yang lebih positif, sementara yang lain mengambil langkah drastis, seperti berpindah industri atau memulai bisnis sendiri.

Dampak Cancel Culture di Lingkungan Sosial

Tak kalah penting, dampak budaya penolakan juga berpengaruh di lingkungan sosial. Tak jarang masyarakat jadi tidak terbuka dengan perbedaan. Selain itu, pikiran masyarakat terasa tidak adil atau toleran. Berikut ini dampak selengapnya. 

 1. Pola Pikir Masyarakat yang Tidak Toleran

Budaya penolakan seringnya membuat masyarakat jadi lebih cepat menghakimi tanpa memberi kesempatan seseorang untuk memperbaiki diri. Bahkan mereka langsung menilai dan menghukum secara sosial tanpa melihat konteks atau maksud sebenarnya. Percaya atau tidak, hal Ini bisa mengurangi rasa saling pengertian dan tenggang rasa. 

2. Perubahan dalam Dinamika Komunikasi di Media Sosial

Percaya tidak sih kalau saat ini media sosial menjadi tempat yang lebih tajam menyampaikan kritik? Warganet lebih cepat bereaksi terhadap isu yang sedang ramai dan sering menyerang seseorang tanpa mencari tahu kebenarannya dulu. Akibatnya, terjadi keributan dimana-mana. 

3. Menurunnya Kebebasan Berekspresi

Tak kalah penting, dampak budaya penolakan juga menyebabkan keberasan berekspresi di masyarakat. Hal tersebut karena masyarakat  takut terkena ujaran kebencian, banyak orang jadi lebih waspada atau bahkan memilih untuk diam. Umumnya hal ini sering dirasakan oleh tokoh masyarakat, warganet, hingga influencer yang takut menyinggung kelompok tertentu. Hasilnya, kebebasan berpendapat jadi terbatas, dan diskusi yang seharusnya bermanfaat bisa terhambat.

4. Polarisasi di Masyarakat

Budaya cancel juga sering menyebabkan polarisasi di masyarakat. Hal ini karena  perbedaan pendapat  yang berakhir pada polarisasi atau terpecah-pecah. Ada yang mendukung tindakan pembatalan sebagai bentuk tanggung jawab sosial, sementara yang lain merasa ini berlebihan dan tidak adil.  

 5. Kemungkinan Rekonsiliasi yang Sulit

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, semua orang yang terkena budaya pembatalan bisa diterima kembali di masyarakat. Meski sudah minta maaf atau berusaha memperbaiki diri, citra buruk yang melekat pada seseorang bisa bertahan lama. Sangat membahayakan bukan?

Solusi Mengantisipasi Cancel Culture

Maraknya budaya cancel culture di dunia, ini saatnya kamu lebih aware atau berhati-hati. Jagan sampai kamu atau orang terdekatmu yang mendapat penolakan di masyarakat. Berikut adalah solusi untuk mengantisipasi budaya tersebut. 

  1. Pikirkan sebelum mengunggah sesuatu di media sosial: Ingat bahwa media sosial akan menghasilkan jejak digital, karenanya hindarilah komentar atau konten yang berpotensi kontroversial.
  2. Pahami konteks sebelum berbicara atau berpendapat: Pastikan informasi yang disampaikan benar dan tidak menyesatkan. Perhatikan juga cara bicara agar tidak salah diartikan.
  3. Jaga etika dalam berkomunikasi : Gunakan bahasa yang sopan dan hargai perbedaan pendapat, baik di media sosial maupun saat berinteraksi langsung.
  4. Bangun citra diri yang positif dan autentik : Tunjukkan sikap dan perilaku yang baik secara konsisten agar reputasi kuat dan tidak mudah terkena “cancel culture” akibat kesalahpahaman.
  5. Hadapi dengan tenang dan profesional : Jangan langsung marah. Jika perlu, jelaskan dengan tenang, akui kesalahan jika memang salah, dan tunjukkan usaha untuk memperbaiki diri.

Dampak cancel culture bisa bermacam-macam, ada sisi positif dan negatifnya. Di satu sisi, ini bisa menjadi cara untuk mendorong perubahan sosial, menuntut tanggung jawab, dan meningkatkan kesadaran akan isu-isu penting seperti kesetaraan dan keadilan. Fenomena ini juga menimbulkan dampak buruk, seperti perpecahan di masyarakat, pembatasan kebebasan berpendapat, dan sulitnya orang mendapat kesempatan kedua setelah meminta maaf. 

Oleh karena itu, kita perlu lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Sebelum ikut serta dalam cancel culture, pastikan kita mencari informasi yang akurat, memberi kesempatan bagi orang untuk belajar, dan tidak terburu-buru menghakimi. Dengan begitu, kita bisa menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat. 

Semoga informasi ini bisa dipahami dengan baik. Jangan lupa simak artikel lain di Rakki.id untuk mendapatkan informasi valid dan terkini, ya!

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Most Popular

Recent Comments